Jumat, 27 Maret 2015

Menunggu Gerhana Bulan


Dialog singkat seekor ayam jantan dan sahabatnya, telur.

Disuatu senja yang dingin disebuah gubug kayu di tengah padang sabana yang hijau. Tinggal lah dua makhluk hidup, satu ayam dan satunya lagi telur. Di atas genting gubug tersebut mereka berdua duduk memandang langit hitam sambil bercakap-cakap sembari menunggu gerhana bulan yang katanya jatuh pada malam itu. Dua cangkir kopi hitam pun telah disediakan untuk menambah nikmatnya malam itu.

Telur:  Tak terasa... matahari telah terbenam, yang secara otomatis membuat saudara-saudara kita di seluruh Dunia menjadi tidak berani keluar rumah.

Ayam: Sesungguhnya matahari tidak pernah tenggelam atau pun terbit. Bumi lah yang berputar, Lur. Saudara-saudara kita boleh saja takut dengan malam, karena mereka hanya mengikuti tradisi turun-temurun dari nenek moyang. Kita tidak, karena kita beda. Kita adalah penikmat malam, Lur. Duduk rileks di atas gubug, minum kopi sembari menunggu gerhana bulan.

Telur: Ooo... Bumi ini berputar, pantas saja aku merasa sedikit pusing...

Ayam: Itu karena kamu takut ketinggian, Lur. Takut jatuh, takut pecah...

Telur: Ooo... iya yah...

Ayam: Lur... Aku heran, mengapa saudara-saudara kita takut pada malam?, padahal bagiku, malam merupakan suatu keindahan, seperti sebuah lukisan. Kita jadi bisa melihat burung Elang hitam itu yang sedang terbang mondar-mandir melintasi bulan purnama. Selain itu, kita juga bisa melihat Serigala yang sedang melonglong di ujung bukit batu tersebut saat bulan purnama.

Telur: Itu sih keindahan yang mengancam, Yam...

Ayam: Hahaha... Bodo amat... setidaknya kita jadi bisa tahu, Lur. Sesuatu yang indah ternyata bisa juga menjadi ancaman.

Telur: Hmm... sepertinya sang Elang dan serigala sedang mendekat kearah kita, apakah itu sebuah ancaman Yam?

Ayam: Hahaha... kita anggap saja ini bukan ancaman, tapi kesempatan, kesempatan buat kita lebih mendekat kearah Bulan yang sedang bulat-bulatnya. Kamu ikut bersama sang Elang, aku bersama sang Serigala.

Dua jam kemudian, akhirnya Bulan menunjukkan Gerhananya. Genting gubug hanya menyisakan dua cangkir ampas kopi yang telah disemuti.


***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar