Sabtu, 26 September 2015

KACANG TAK PERNAH LUPA KULITNYA


Sebuah Cerpen Fiksi

Di sebuah bangunan poskamling yang bercahaya kuning di bawah naungan langit yang gelap, aku menyendiri dari keramaian, bukan karena aku tak suka keramaian, lebih karena keramaian yang tak menyukaiku. Ya, aku mengerti. Begini saja sudah lebih baik, aku nikmati setiap detik waktuku hanya bersama kesunyian.

Aku pernah dengar cerita tentang sifat dasar manusia, manusia ditakdirkan sebagai makhluk sosialis, entah apa sosialis itu, mungkin maksudnya adalah makhluk yang saling membutuhkan antara satu individu terhadap individu lainnya. Namun, meskipun sama-sama terlahir sebagai seorang manusia, mengapa aku dijauhkan dari aktifitas sosialis? Mengapa mereka tak pernah mau menerimaku? Apa yang salah dariku? Begitulah segelintir kegelisahanku, yang sengaja aku tulis ungkapan kegelisahan batinku tersebut pada sebuah buku yang aku buat sendiri dari limbah kertas.

Malam begitu dingin, angin menyentuh tubuh kumalku yang bertelanjang dada, untung lah radiasi lampu 5 watt memberiku sedikit kehangatan. Di sisi lain, puluhan nyamuk beterbangan mengelilingi rambut gimbalku seakan ingin mencari tempat sembunyi, sesekali terdengar suara ayam jantan berkokok, aku menduga ini tidak lagi malam, tetapi telah berlanjut menuju dini hari. Pantas, Poskamling hanya menyisakan sebuah tikar usang dengan taburan sampah kulit kacang di atasnya.

Di dalam keheningan, tiba-tiba kurasakan gerakan kecil kulit-kulit kacang mendekat kearahku, entah kau percaya atau tidak, itulah yang aku lihat dengan mata kepalaku. Satu persatu kulit kacang bergerak dan berkumpul membentuk barisan menghadap ke arahku, bahkan sebagaian dari mereka berloncatan bergantian dengan suaranya yang lucu “cuw..cuw..cuw..”. Ku katakan lagi, entah kau percaya atau tidak, itulah yang aku dengar dari telingaku. Beberapa menit kemudian kulit-kulit kacang tersebut telah berkumpul rapih tepat di depanku. Kupandangi mereka dengan seksama, tak ada yang berbeda, semua sama, hanya kulit kacang. Salah satu kulit kacang yang berada di barisan paling depan tiba-tiba bersuara lalu berkata padaku “Aku punya suatu cerita untukmu”. Dalam hati, sesungguhnya aku ingin tertawa, mendengar kulit kacang memiliki sebuah cerita. Aku mulai penasaran, dan dialog dini hari pun terjadi.

Aku : Sebelum kau menyampaikan cerita, tolong perkenalkan dulu dirimu beserta teman-temanmu.

Kulit Kacang 1 : Mengapa aku harus memperkenalkan diriku dan teman-temanku?

Aku : Hmm... Agar aku bisa menyayangimu.

Kulit Kacang 1 : Apa hubungannya? Jangan bodoh kau.

Aku : Aku ingat, Pepatah pernah berkata “Tak kenal maka tak sayang”.

Kulit Kacang 1 : Pepatah? Siapa pula Pepatah itu? Manusia kah?

Aku : Ah.. pertanyaan macam apa itu, baru kali ini kudengar.. sial..

Kulit Kacang 3 : Lalu, menurutmu siapa Pepatah itu?

Memang benar, dalam benakku, sesungguhnya aku pun tak pernah tau siapa dan apa itu Pepatah. Pertanyaan Kulit Kacang tersebut membuatku bertanya tanya pula. Disisi lain aku juga tak ingin terlihat bodoh dan kikuk di depan mereka. Maka segera aku menjawab.

Aku : Pepatah adalah golongan manusia-manusia yang bijaksana. Kalimat-kalimat bijak yang mereka buat merupakan sebuah pesan yang memiliki arti mendalam. Kira-kira begitu.

Kulit Kacang 3 : Benar begitu?

Aku : Ah.. salah pun tak apa, kebenaran hanya lah masalah kesepakatan. Jika kita sama-sama sepakat bahwa pendapatku benar, maka jadilah benar.

Kulit Kacang 1 & 3 : Ya.. tentu kami sepakat, bahwa pendapatmu benar.

Aku : Kalau begitu, lekas perkenalkan siapa kalian?

Suara jangkrik menyebar dari segala penjuru, padahal sepanjang yang kuketahui tak ada pohon ataupun semak di sekitarku. Poskamling ini terhimpit oleh bangunan rumah di samping kanan, kiri dan belakang yang begitu padat. Jalan aspal di depan poskamling ini pun hanya cukup untuk dilewati 1 buah mobil.

Kulit Kacang 1 : Perkenalkan, kami adalah Kulit Kacang yang sedang merindu.

Aku : Wahai Kulit Kacang yang sedang merindu, cerita apa yang ingin kau sampaikan?

Kulit Kacang 1 : Ini tentang saudara kami, saudara yang sejak lahir kami lindungi dan kami jaga dengan segenap kekuatan. Bahkan hingga mereka tumbuh menjadi dewasa dan matang. Dan entah mengapa, di puncak kedewasaan mereka, selalu saja mereka meninggalkan kami tanpa ucap satu kata pun. Bahkan, tersenyum pada kami pun tidak. Pada saat itu pula, kami mulai mengerti, saudara kami terlahir sebagai sosok yang tak pernah berterima kasih. Kekecewaan kami berbuah kebencian.

Aku : Ya.. aku mengerti kekecewaanmu, ditinggalkan tanpa pesan memang menyakitkan.

Kulit Kacang 1 : Ya.. kau benar

Suara burung gagak menggema di atas atap Pos Kamling, nyamuk-nyamuk pun masih bersemangat terbang bebas berkeliling di bawah lampu yang hangat. Sejenak aku terdiam dalam lamunan, mencari-cari kalimat untuk menanggapi pernyataan para Kulit Kacang yang sedari tadi dirundung kegelisahan. Semakin lama aku mencari, semakin tak kutemukan pula pikiranku tentang solusi permasalahan para Kulit Kacang tersebut. Sementara itu, sebagian dari para Kulit Kacang wajahnya tampak mulai mengantuk lalu menguap selebar-lebarnya.

Tidak lama setelah itu, tiba-tiba terlihat gerakan-gerakan kecil dari arah pojok Pos Kamling, yang kulihat adalah sebuah bungkus korek api kayu kecil yang bergerak-gerak. Aku ambil lalu kemudian aku buka.

Alangkah kagetnya aku ketika sebutir Kacang melompat dari dalam bungkus korek api, lalu berdiri tegak diantara aku dan para Kulit Kacang. Sontak membuat para Kulit Kacang kehilangan rasa kantuknya. Tampak wajah tegang diseluruh wajah mereka. Akhirnya dialog pun terjadi.

Aku : Waw.. Sepertinya ada tamu tak diundang disini.

Kacang : Diam kau lelaki bodoh! Gila! Ini bukan urusanmu!

Aku : Lalu apa urusanmu?

Kacang : Aku..

Kulit Kacang 4 : Hey.. kau! Saudara kurang ajar! Tak tahu berbalas budi!

Kulit Kacang 1 : Kami sudah muak melihatmu, jangan harap kau bisa meminta perlindungan dari kami. Pergi kau!

Kulit Kacang 13 : Kau selalu pergi meninggalkan kami, tanpa satu pesan pun!

Kulit Kacang 1 : Pergi Kau! Kacang sialan!

Dalam ketegangan yang tak kuketahui perkaranya, sejenak aku merenung menembus pikiran masa lampau, membuatku ingat beberapa petuah papatah, pepatah pernah berkata “Kacang Lupa Kulitnya”. Mungkinkah kejadian ini yang menjadi dasar pemikiran pepatah tersebut? Ah.. mungkin saja.

Aku : Kau! “Kacang Lupa Kulitnya”

Kacang : Dengar!!! Aku tak seperti yang kalian pikirkan!

Kulit Kacang 1 : Kau itu “Kacang Lupa Kulitnya” Pergi kau!

Kacang : Dengar!!! Sungguh aku tak pernah lupa pada kulitku.

Kulit Kacang 1 : Hmm.. Omong kosong!

Kacang : Dengar!!! “Kacang tak pernah lupa Kulitnya”, Ingat itu. Manusia lah yang memisahkan kita, lalu kemudian mereka merampas ragaku dari lindungan kalian. Jangan kalian pikir aku seenaknya meninggalkan kalian tanpa pesan. Perlu kalian ketahui, aku bisa berdiri disini dihadapan kalian bukan lah hal yang mudah. Aku satu-satunya kacang yang berhasil lolos dari cengkeraman manusia.

Kulit Kacang 1 : Apa maksudmu cengkeraman manusia?

Kacang : Wahai saudaraku, sesungguhnya para Kacang menjadi santapan para manusia setelah merampasnya dari kalian, saudaraku.

Kacang mulai berjalan memasuki kerumunan para Kulit Kacang, kemudian mereka saling berpelukan. Terdengar isak tangis memecah keheningan malam. Aku hanya terdiam dalam kebingungan.

Kini pandangan mereka ditujukan padaku dengan mata-mata yang menyipit dan tangan yang mengepal. Aku mulai paham, sebentar lagi aku akan dibenci mereka, karena aku manusia.

Suara burung Gagak di atas atap Pos Kamling mengiringi langkahku untuk segera meninggalkan mereka.

***

Kamis, 20 Agustus 2015

RERESIK TUGU JOGJA

PERANCANGAN GAME "RERESIK TUGU JOGJA" SEBAGAI MEDIA INTERAKTIF

Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar dan kota budaya, sebuah kota yang juga memiliki banyak bangunan bersejarah peninggalan peradaban masa lampau, salah satunya yang paling terkenal dan juga sebagai icon kota Yogyakarta adalah Monumen Tugu Jogja. Sebuah monumen yang berdiri kokoh tepat di tengah perempatan Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Jendral Soedirman, Jalan A.M Sangaji dan Jalan Diponegoro. Tugu Jogja yang berusia hampir 3 abad memiliki makna yang dalam sekaligus menyimpan beberapa rekaman sejarah kota Yogyakarta.

Tugu Jogja kira-kira didirikan setahun setelah Kraton Yogyakarta berdiri. Pada saat awal berdirinya, bangunan ini secara tegas menggambarkan Manunggaling Kawula Gusti, semangat persatuan rakyat dan penguasa untuk melawan penjajahan. Semangat persatuan atau yang disebut golong gilig itu tergambar jelas pada bangunan tugu, tiangnya berbentuk gilig (silinder) dan puncaknya berbentuk golong (bulat), sehingga disebut Tugu Golong-Gilig.

Setiap harinya, Tugu Jogja selalu ramai oleh pengunjung, baik lokal maupun mancanegara. Karena begitu banyaknya wisatawan yang datang, akhirnya membuat kebersihan di kawasan Tugu Jogja kurang terjaga. Oleh karena itu, perlu adanya media iklan yang menjelaskan tentang betapa pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, khususnya di kawasan Tugu Jogja. Salah satu media iklan yang dibuat adalah berupa Game Interaktif, sebuah game yang dapat memberikan suatu penghiburan bagi penggunanya dan sekaligus terdapat pesan positif di dalamnya. Sehingga pesan-pesan yang disampaikan dapat dengan mudah dicerna sekaligus dinikmati.

Game Interaktif ini diberi nama "Reresik Tugu Jogja", sebuah game sederhana yang diciptakan menggunakan program Adobe Flash yang hasilnya dapat dimainkan oleh semua kalangan masyarakat. Berikut ini merupakan rancangan desain storyboard game tersebut:

A.            COVER

B.            SINOPSIS

C.            COVER GAME

D.            KARAKTER

E.            PENDUKUNG

F.            BACKGROUND

G.            LEVEL 1

H.            LEVEL 2

I.            TAMAT

J.            BACKCOVER

Demikian lah rancangan konsep awal hingga akhir dari game “Reresik Tugu Jogja” yang sangat sederhana. Semoga bisa bermanfaat. Mohon maaf yang sebesar besarnya apabila terdapat tulisan atau gambar yang menyinggung hati para pembaca.

Music and Video By: Chandra Adi W


DOWNLOAD GAME  “RERESIK TUGU JOGJA” File RAR

Sabtu, 08 Agustus 2015

MITOS MEMAKAI KAOS HIJAU DI LAUT SELATAN

“PERANCANGAN IKLAN LAYANAN MASYARAKAT TENTANG MITOS MEMAKAI KAOS HIJAU DI LAUT SELATAN MENGGUNAKAN ANIMASI 2 DIMENSI”

Karya: Chandra Adi W


Dalam dunia Desain Komunikasi Visual, ilmu tentang Animasi merupakan ilmu pokok yang wajib untuk dipelajari, baik secara teori maupun prakteknya. Teknik animasi biasa digunakan untuk pembuatan film, iklan komersil, iklan layanan masyarakat, media interaktif dll. Dalam artikel ini, animasi tentang iklan layanan masyarakat menjadi pokok pembahasan utama.

Iklan layanan masyarakat, sudah pasti ditujukan untuk masyarakat. Berisi tentang informasi permasalahan umum yang sekiranya perlu disampaikan kepada masyarakat yang belum mengetahuinya. Penggunaan teknik animasi 2 Dimensi dalam pembuatan iklan layanan masyarakat ini pun memang sengaja digunakan, sebagai bumbu-bumbu estetik yang menyegarkan bagi para penontonnya (masyarakat). Animasi Iklan layanan masyarakat ini diberi judul “MITOS MEMAKAI KAOS HIJAU DI LAUT SELATAN”.

Sebagai masyarakat Indonesia pada umumnya, terlebih sebagai masyarakat jawa khususnya, kata “Mitos” tentu sudah tidak asing lagi di telinga. Mitos adalah cerita prosa rakyat yang menceritakan kisah berlatar masa lampau, mengandung penafsiran tentang alam semesta dan keberadaan makhluk di dalamnya, serta dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Dalam pengertian yang lebih luas, mitos dapat mengacu kepada cerita tradisional (Wikipedia: Mitos)

Mitos yang paling terkenal di Jawa adalah tentang adanya Nyai Roro Kidul sang penguasa laut selatan pulau Jawa. Wikipedia berpendapat bahwa Nyai Roro Kidul merupakan sesosok roh atau dewi legendaris Indonesia yang sangat populer di kalangan masyarakat Pulau Jawa dan Bali. Tokoh ini dikenal sebagai Ratu Laut Selatan (Samudra Hindia) dan secara umum disamakan dengan Kanjeng Ratu Kidul, meskipun beberapa kalangan sebenarnya keduanya berbeda.

Menurut cerita orang-orang terdahulu, Nyai Roro Kidul menyukai warna hijau, alasan menyukai warna hijau masih belum diketahui. Bagi siapa pun terutama yang percaya akan mitos tersebut, tidak ada yang berani berenang di pantai selatan mengenakan baju berwarna hijau, karena konon menurut cerita rakyat, orang yang berenang di laut selatan menggunakan baju hijau maka tubuhnya akan terseret ombak lalu lenyap bersama ombak karena diculik oleh Nyai Roro Kidul tersebut.

Belakangan ini penelitian ilmiah tentang kejadian hilangnya pengunjung yang mengenakan baju berwarna hijau telah dilakukan, sebagai pemecahan masalah secara logis. Dalam penelitiannya tersebut, terutama penelitian di laut Parangtritis Yogyakarta, mengatakan bahwa adanya sebuah palung yang dalam dan juga ombaknya yang cukup besar. Seperti kita ketahui, palung merupakan sejenis jurang yang berada di dasar laut, palung tersebut dapat menghasilkan sebuah pusaran yang sifatnya menyedot benda apapun yang ada di atasnya, sehingga benda tersebut terperangkap di dalamnya.

Sedangkan penelitian tentang warna hijau itu sendiri, seperti kita ketahui dalam hukum teori warna, warna hijau tidak memantulkan cahaya dengan kuat, hijau termasuk dalam warna tengah yaitu antara warna panas dan warna dingin. Pada umumnya, air laut berwarna biru kehijauan, artinya 50% Biru dan 50% Hijau. Disini dapat kita simpulkan bahawa apabila seorang pengunjung berpakaian warna hijau kemudian berenang di laut selatan dan terseret palung laut, maka yang terjadi adalah kesulitan para tim SAR untuk mendeteksi titik lokasi korban tersebut karena warna kaos yang hijau dan warna laut yang hijau pula. Akhirnya, nyawa pengunjung tersebut tak terselamatkan.

Dalam karya animasi 2 dimensi ini, saya mencoba memberi informasi layanan masyarakat  tentang hasil penelitian tersebut. Sehingga akan muncul ideologi yang logis pada masyarakat dalam menyikapi permasalah ini, dan juga memberi peringatan bahwa jangan lupa untuk selalu waspada terhadap rambu-rambu yang ada di obyek wisata khusunya pantai selatan, dan juga sadar akan pentingnya suatu kombinasi warna.

Di bawah ini adalah desain untuk buku panduannya sebelum memasuki tahap perancangan animasi:

Bercerita tentang 2 orang laki-laki bernama Cuplis dan Supri yang sedang berlibur ke Pantai Selatan (Parangtritis), setelah sampai di pantai, mereka kemudian berenang tanpa memperdulikan plang yang bertuliskan “Berbahaya, ada palung Laut”, beberapa saat kemudian ketika mereka sedang berenang, tiba-tiba ombak besar datang, lalu mereka tersedot oleh sebuah Palung yang ada di Laut Selatan. Mereka meminta pertolongan dengan cara melambai-lambaikan tangan, namu Tim SAR hanya dapat melihat si Supri, karena warna kaos yang dikenakan si Supri terlihat mencolok. Akhirnya Tim SAR hanya berhasil menolong si Supri, sedangkan si Cuplis akhirnya perlahan tenggelam lalu muncul bayangan Nyai Roro Kidul di dalam pikirannya.

Closhing: Tim SAR yang berbadan kekar dan berkulit hitam muncul di layar animasi. Lalu ia menjelaskan bahwa kejadian tersebut bukan dikarenakan perbuatan Nyai Roro Kidul, melainkan karena adanya sebuah Palung yang ada di dasar Laut Selatan dan juga karena warna hijau bajunya menyamarkan penglihatan, sehingga sulit untuk dideteksi.


A.            COVER


B.            SINOPSIS


C.            NASKAH #1


D.            NASKAH #2


E.            FULL FIGURE (Cuplis)


F.            FULL FIGURE (Supri)


G.            FULL FIGURE (Bang SAR)


H.            EKSPRESI


I.            ACTION


J.            DESAIN SET


K.            STORYBOARD #1

1.             Bumper atau Animasi pembuka.
2.             Cuplis dan Supri berdiri menatap lautan, tetapi tidak menatap papan peringatan tanda bahaya palung laut.
3.             Cuplis dan Supri mulai berlari menuju bibir pantai dengan wajah yang gembira.
4.             Ombak besar datang menghampiri mereka berdua, ekspresi wajah berubah menjadi takut dan panik.

L.            STORYBOARD #2

5.             Mereka berdua terombang ambing dalam gelombang meminta pertolongan.
6.             Penglihatan tim SAR terhadap Supri menggunakan binokular, sedangkan Cuplis sudah tidak nampak lagi.
7.             Tim SAR datang menolong Supri menggunakan perahu karet.
8.             Tubuh Cuplis berangsur tenggelam tidak sadarkan diri lalu membayangkan sosok Nyai Roro Kidul.

M.            CLOSHING


N.            BACKCOVER

Terima Kasih Atas Perhatiannya

Semoga perancangan buku manual proyek animasi 2 dimensi ini bisa bermanfaat, mohon maaf apabila sekiranya banyak ketidak sempurnaan teks, kalimat atau gambar didalam artikel ini.




Yogyakarta, 9 Agustus 2015
Chandra Adi W

Selasa, 04 Agustus 2015

SEBUAH PAGI YANG BASAH DAN AGUSTAS YANG HILANG


Sebuah cerpen lanjutan dari cerita sebelumnya:
Sebuah Pagi yang Lembab dan April yang Cantik.

Catatan April kepada Agustas:

“Haruskah ku katakan bahwa sesungguhnya aku juga mencintaimu, Gus? Kurasa tak perlu lagi kukatakan, percuma. Pastinya, kau pun sudah tahu jawabannya, Gus. Jawaban yang sekiranya mungkin membuatmu bahagia. Namun setelah itu kenyataannya, kita dibuat bersedih oleh perpisahan yang tiba-tiba datang tanpa permisi. Sebuah pagi yang lembab, pepohonan anggur yang rimbun, kicauan burung yang bersahutan, cahaya matahari yang menembus dedaunan dan tentunya dirimu yang kucintai. Yang kini juga aku rindui. Semuanya lenyap dalam sekejapan mata”.

Pagi itu, kita sama sama merasakan betapa surga telah berada di sekitaran kita, di kebun anggur yang rimbun. Ketika itu sentuhanmu telah sampai pada puncak titik kesempurnaanku. Dan ketika itu juga sentuhanku pun telah sampai pada puncak titik pencapaianmu. Semua menyatu dalam balutan sejuta rasa. Namun, pada pencapaian kita yang terakhir, dalam sekejap mata, akhirnya kita semua menghilang, hilang bersama dunianya masing-masing. Yang kuketahui, sesungguhnya hanya kau lah yang menghilang. Aku tetap disini di duniaku, terdampar di dalam sebuah pagi yang selalu lembab.

Agustasku yang tercinta, aku masih disini, ya masih disini. Di dalam sebuah pagi yang entah kenapa selalu lembab. Apakah kau mengerti, Gus? Kurasa tidak. Namun, tak apa lah jika kau tak mengerti dan tak mengetahui. Nanti kau akan tahu sendiri, Gus.

Aku teringat kembali ceritamu dahulu tentang penyakit jiwa yang kau derita sejak kecil. Kau bercerita, penyakit itu bernama Skizofrenia. Kau mengucapkan nama tersebut dengan sedikit gagu. Sepanjang yang kuketahui, penyakit tersebut menimbulkan gejala halusinasi dan paranoid bagi penderitanya. Ketika itu aku mulai sadar dan mengerti, Gus. Sesungguhnya bukan aku yang gila, tapi kau. Itu lah sebabnya terkadang aku tersinggung ketika kau ejek aku dengan sebutan “Wanita Gila”. Marahku itu mewakili perasaanku yang sesungguhnya ingin menginterupsi bahwa kau lah yang gila. Namun, aku juga tak boleh semena-mena mangatakan kau gila, sesungguhnya kau hanya sakit.

Tentang sakitmu yang entah darimana asalnya, pastinya pikiranmu telah dijejali gangguan halusinasi yang kemudian membuatku benar-benar mengerti, aku dan duniaku hanyalah halusinasimu, hanyalah buah pikiranmu. Lantas, apakah semua yang kuketahui itu membuatku sedih dan kecewa? Awalnnya iya, aku sedikit sedih. Betapa tidak, diriku yang kulihat di cermin begitu cantik, lengkap dengan aksesorisnya sebagai wanita remaja, bahkan lengkap pula dengan suasana sebuah pagi yang lembab, ternyata semua hanyalah semu belaka. Namun, seiring berjalannya waktu Gus, aku mulai terbiasa, aku mulai nyaman ketika bersamamu. Sosokmu begitu nyata, begitu pula diriku bagi dirimu. Tak ada satu orang pun yang ku kenal selain dirimu. Hari-hari bersamamu membuatku benar-benar lupa akan kesemuan diriku. Sudah kuanggap bahwa ini lah aku yang sesungguhnya, yang memiliki tubuh berbentuk wanita beserta segala pikiranku, sepengetahuanku.

Agustasku yang tersayang, kau adalah penciptaku, beserta sebuah pagi yang lembab sebagai latar panggungnya, membuatku menjadi hidup untuk ikut berperan serta di dalamnya sebagai aktrisnya, sedangkan kau merangkap sebagai aktor dan sekaligus sutradaranya. Sungguh begitu indah buah imajinasimu itu Gus, segala puji kutumpahkan kepadamu. Harus kah kusebut kau sebagai Tuhanku? Kurasa tidak perlu, cukup dalam pikiran saja.

Ingin aku bertanya padamu, apakah jauh sebelum aku diciptakan, saat itu kau sedang memikirkan seorang wanita? Apakah ketika itu kau sedang merasa kesepian dan membutuhkan sosok perempuan? Sehingga halusinasi yang muncul dalam pikiranmu adalah sosokku? Kali ini aku tak dapat menebak pikiranmu, Gus. Terlebih lagi kau adalah penciptaku, takkan mampu aku membaca pikiranmu.

Seiring dengan hilangnya dirimu kini, apakah halusinasimu tentang aku dan duniaku ini juga berakhir? Aku yakin pasti iya.

Kebersamaan kita di kebun anggur itu menjadi saksi perpisahan kita. Aku meyakini kemungkinan “Puncak Kenikmatan” kita bersama ketika itu menjadi penyebab hilangnya halusinasimu, sehingga musnah lah pula aku dari pikiranmu. Kalau memang itu penyebabnya, aku tak harus merasa bersalah padamu kan Gus? Itu artinya, kau mulai sembuh dari sakitmu, walaupun kesembuhanmu begitu menyakitkan untukku, setidaknya kau mulai bisa hidup dengan segala kenyataanmu. Terpaksa aku harus bahagia.

Sebuah pagi yang lembab yang kau ciptakan ini, kini telah menjadi sebuah pagi yang basah, gerimis mengguyuriku tanpa henti. Apakah kini kau sedang bersedih Gus? Atau sedang menangis? Sehingga langitku menjadi gerimis tiada henti? Aku mohon padamu Gus, hentikan kedehihanmu, aku kedinginan disini. Bergembira lah karena pulihnya jiwamu, aku ingin tersentuh hangatnya mentari di ufuk timur.

Agustasku yang sungguh-sungguh kurindui. Kelak jika suatu hari kau memikirkanku lagi, aku akan datang padamu.

***

Aprillia, 4 Agustus 1990

Jogjakarta, 4 Agustus 2015